Cerita Sex Fitri Temen Sekolahku Yang Cantik
Saat aku sedang menonton tv dikamarku tiba tiba Tika keluar dari kamar mandi dengan mengenakan baju
tidur yang tranparan , waooowww dia habis cuci muka dan bersih bersih siap untuk tidur, dikamar tidur
kami memang ada tv dan kamar mandi dalammnya jadi kami dapat menonton tv dengan tiduran , saat ini Tia
yang sedang tidur disampingku.
Melihat tubuh Tia yang seksi aku sungguh horny, dengan mata tepejam aku mengajak Tia bicara.
Lho kok udah tidur sih??tanyaku
Dengan nada bergumam Tia hanya menjawab “Hmmmmmmm”
Sambil membuka matanya dan tersenyum kecilnya, uhh membuat burungku semakin tegang tangannya sambil
mengelus pipiku kemudia dia mecium pipiku
“Tidur yang nyenyak yaa..” katanya perlahan.
Lalu ia kembali berbaring dan memejamkan matanya. Tidur! Nah lho? Sial
benar. Cuma begitu saja? Aku terbengong beberapa saat.
“Tia!..!” aku mengguncang-guncang tubuhnya.
“Umm.. udah maleem.. Tia ngantuk niih..”
Kalau sudah begitu, percuma saja. Dia tidak akan bangun. Padahal aku sedang birahi tinggi dan butuh
pernyaluran. Si “ujang” masih tegang dan penasaran minta jatah.
Begitulah Tia. Sebagai istri, dia hampir sempurna. Wajah dan fisiknya enak dilihat, sifatnya baik dan
menarik. Perhatiannya pada kebutuhanku sehari-hari sangat cukup.
Hanya saja, kalau di tempat tidur dia sangat “hemat”. Nafsuku terbilang tinggi. Sedangkan Tia, entah
kenapa (menurutku) hampir tidak punya nafsu seks.
Tidak heran meskipun sudah lebih setahun kami menikah, sampai saat ini kami belum punya anak. Untuk
pelampiasan, aku terkadang selingkuh dengan wanita lain. Tia bukannya
tidak tahu.
Tapi tampaknya dia tidak terlalu mempermasalahkannya. Nafsuku sulit ditahan. Rasanya ingin kupaksa
saja Tia untuk melayaniku. Tapi melihat wajahnya yang sedang pulas, aku jadi tidak tega.
Kucium rambutnya. Akhirnya kuputuskan untuk tidur sambil memeluk Tia. Siapa
tahu dalam mimpi, Tia mau memuaskanku? Hehehe..
Esoknya saat jam istirahat kantor, aku makan siang di Citraland Mall.
Tidak disangka, disana aku bertemu dengan Andri, sahabatku dan Tia semasa
kuliah dahulu.
Kulihat Andri bersama dengan seorang wanita yang mirip dengannya. Seingatku, Andri tidak punya adik.
Ternyata setelah kami diperkenalkan, wanita itu adalah adik sepupu Andri.
Fitri namanya. Heran juga aku, kok saudara sepupu bisa semirip itu ya? Pendek kata, akhirnya
kami makan satu meja.
Sambil makan, kami mengobrol. Ternyata Fitri seperti juga Andri, tipe yang mudah akrab dengan orang
baru. Terbukti dia tidak canggung mengobrol denganku.
Ketika aku menanyakan tentang Joe (suami Andri, sahabatku semasa kuliah), Andri bilang bahwa Joe
sedang pergi ke Surabaya sekitar dua minggu yang lalu untuk suatu keperluan.
“Paling juga disana dia main cewek!” begitu komentar Andri.
Aku hanya manggut-manggut saja. Aku kenal baik dengan Joe, dan bukan hal yang aneh kalau Joe ada main
dengan wanita lain disana.
Saat Fitri permisi untuk ke toilet, Andri langsung bertanya padaku.
“Van, loe ama Tia gimana?”
“Baek. Kenapa?”
“Dari dulu loe itu kan juga terkenal suka main cewek. Kok bisa ya akur
ama Tia?”
Aku diam saja.
Aku dan Tia memang lumayan akur. Tapi di ranjang jelas ada masalah. Kalau dituruti nafsuku, pasti
setiap hari aku minta jatah dari Tia.
Tapi kalau Tia dituruti, paling hebat sebulan dijatah empat atau lima kali! Itu juga harus main paksa.
Seingatku pernah terjadi dalam sebulan aku hanya dua kali dijatah Tia.
Jelas saja aku selingkuh! Mana tahan?
“Kok diem, Van?” pertanyaan Andri membuyarkan lamunanku.
“Nggak kok..”
“Loe lagi punya masalah ya?”
“Nggaak..”
“Jujur aja deh..” Andri mendesak.
Kulirik Andri. Wuih, nafsuku muncul. Aku jadi teringat saat pesta di rumah Joe. Karena nafsuku sudah
sampai ke ubun-ubun, maka akal sehatku pun hilang.
“Cerita doong..!” Andri kembali mendesak.
“Mi.., loe mau pesta “assoy” lagi nggak?” aku memulai. Andri kelihatan kaget.
“Eh? Loe jangan macem-macem ya Van!” kecam Andri.
Aduh.., kelihatannya dia marah.
“Sorry! Sorry! Gue nggak serius.. sorry yaa..” aku sedikit panik.
Tiba-tiba Andri tertawa kecil.
“Keliatannya loe emang punya masalah deh.. Oke, nanti sore kita ketemu lagi di sini ya? Gue juga di
rumah nggak ada kerjaan.”
Saat itu Fitri kembali dari toilet. Kami melanjutkan mengobrol sebentar, setelah itu aku kembali ke
kantor.
Jam 5 sore aku pulang kantor, dan langsung menuju tempat yang dijanjikan. Sekitar sepuluh menit aku
menunggu sebelum akhirnya telepon genggamku berdering.
Dari Andri, menanyakan dimana aku berada. Setelah bertemu, Andri langsung mengajakku naik ke mobilnya.
Mobilku kutinggalkan disana. Di jalan Andri langsung menanyaiku tanpa basa-basi.
“Van, loe lagi butuh seks ya?”
Aku kaget juga ditanya seperti itu. “Maksud loe?”
“Loe nggak usah malu ama gue. Emangnya Tia kenapa?”
Aku menghela nafas. Akhirnya kuputuskan untuk mengeluarkan uneg-unegku.
“Mi.. Tia itu susah banget.. dia bener-bener pelit kalo soal begitu. Loe bayangin aja, gue selalu
nafsu kalo ngeliat dia. Tapi dia hampir nggak pernah ngerespon.
Kan nafsu gue numpuk? Gue butuh penyaluran dong!
Untung badannya kecil, jadi kadang-kadang gue paksa dia.”
Andri tertawa. “Maksudnya loe perkosa dia ya? Lucu deh, masa istri sendiri
diperkosa sih?”
“Dia nggak marah kok. Lagi gue perkosanya nggak kasar.”
“Mana ada perkosa nggak kasar?” Andri tertawa lagi. “Dan kalo dia nggak
marah, perkosa aja dia tiap hari.”
“Kasian juga kalo diperkosa tiap hari. Gue nggak tega kalo begitu..”
“Jadi kalo sekali-sekali tega ya?”
“Yah.. namanya juga kepepet.. Udah deh.. nggak usah ngomongin Tia lagi ya?”
“Oke.. kita juga hampir sampe nih..”
Aku heran. Ternyata Andri menuju ke sebuah apartemen di Jakarta Barat.
Dari tadi aku tidak menyadarinya.
“Mi, apartemen siapa nih?”
“Apartemennya Fitri. Pokoknya kita masuk dulu deh..”
Fitri menyambut kami berdua. Setelah itu aku menunggu di sebuah kursi, sementara Fitri dan Andri masuk
ke kamar. Tidak lama kemudian Andri memanggilku dari balik pintu kamar tersebut.
Dan ketika aku masuk, si “ujang” langsung terbangun, sebab kulihat Andri dan Fitri tidak memakai
pakaian sama sekali. Mataku tidak berkedip melihat pemandangan hebat itu. Dua wanita yang cantik yang
wajahnya mirip sedang bertelanjang.
bulat di depanku.
Mimpi apa aku?
“Kok bengong Van? Katanya loe lagi butuh? Ayo sini..!” panggil Andri lembut.
Aku menurut bagai dihipnotis. Fitri duduk bersimpuh di ranjang.
“Ayo berbaring disini, Mas Ivan.”
Aku berbaring di ranjang dengan berbantalkan paha Fitri. Kulihat dari
sudut pandangku, kedua bagian bawah payudara Fitri yang menggantung
mempesona.
Ukurannya lumayan juga. Fitri langsung melucuti pakaian atasku, sementara Andri melucuti akaianku
bagian bawah, sampai akhirnya aku benar-benar telanjang. Batang kemaluanku mengacung keras menandakan
nafsuku yang bergolak.
“Gue pijat dulu yaa..” kata Andri.
Kemudian Andri menjepit kemaluanku dengan kedua payudaranya yang montok itu. Ohh.., kurasakan pijatan
daging lembut itu pada kemaluanku. Rasanya benar-benar nyaman. Kulihat Andri tersenyum kepadaku.
Aku hanya mengamati bagaimana kedua payudara Andri yang sedang digunakan untuk memijat batang penisku.
“Enak kan, Van?” Andri bertanya.
Aku mengangguk. “Enak banget. Lembut..”
Fitri meraih dan membimbing kedua tanganku dengan tangannya untuk mengenggam payudaranya. Dia
membungkuk, sehingga kedua payudaranya menggantung bebas di depan wajahku.
“Van, perah susu gue ya?” pintanya nakal.
Aku dengan senang hati melakukannya. Kuperah kedua susunya seperti
memerah susu sapi, sehingga Fitri merintih-rintih.
“Ahh.. awww.. akh.. terus.. Van.. ahh.. ahh..”
Payudara Fitri terasa legit dan kenyal. Aku merasa seperti raja yang dilayani dua wanita cantik.
Akhirnya Andri menghentikan pijatan spesialnya.
Berganti tangan kanannya menggenggam pangkal si “ujang”.
“Dulu diwaktu pesta di rumah gue, kontol loe belum ngerasain lidah gue ya?” kata Andri, dan kemudian
dengan cepat lidahnya menjulur menjilat si “ujang” tepat di bagian bawah lubangnya.
Aku langsung merinding keenakan dibuatnya. Dan beberapa detik kemudian kurasakan hangat, lembut, dan
basah pada batang kemaluanku. Si “ujang” telah berada di dalam mulut Andri, tengah disedot dan
dimainkan dengan lidahnya.
Tidak hanya itu, Andri juga sesekali mengemut telur kembarku sehingga menimbulkan rasa ngilu yang
nikmat. Sedotan mulut Andri benar-benar membuatku terbuai, apalagi ketika ia menyedot-nyedot ujung
kemaluanku dengan kuat.
Enaknya tidak terlukiskan. Sampai kurasakan alat kelaminku berdenyut-denyut, siap untuk memuntahkan
sperma.
“Mi.. gue.. udah mau.. ke.. luar..”
Andri semakin intens mengulum dan menyedot, sehingga akhirnya kemaluank menyemprotkan sperma berkali-
kali ke dalam mulut Andri. Lemas badanku dibuatnya.
Tanganku yang beraksi pada payudara Fitri pun akhirnya berhenti. Andri terus mengulum dan menyedot
kemaluanku, sehingga menimbulkan rasa ngilu yang amat sangat. Aku tidak tahan dibuatnya.
“Aahh.. Andri.. udahan dulu dong..!”
“Kok cepet banget keluar?” ledeknya.
“Uaah.., gue kelewat nafsu sih.. maklum dong, selama ini ditahan terus.”
aku membela diri.
“Oke deh, kita istirahat sebentar.”
Andri lalu menindih tubuhku. Payudaranya menekan dadaku, begitu kenyal rasanya. Nafasnya hangat
menerpa wajahku. Fitri mengambil posisi di selangkanganku, menjilati kemaluanku.
Gairahku perlahan-lahan bangkit kembali. Kuraba-raba kemaluan Andri hingga akhirnya aku menemukan
daging kenikmatannya. Kucubit pelan sehingga Andri mendesah perlahan. Kugunakan
jari jempol dan telunjukku untuk memainkan daging tersebut, sementara jari manisku kugunakan untuk
mengorek liang sanggamanya.
Desahan Andri semakin terdengar jelas. Kemaluannya terasa begitu basah. Sementara itu Fitri terus saja
menjilati kemaluanku. Tidak hanya itu, Fitri mengosok-gosok mulut dan leher si “ujang”, sehingga
sekali lagi bulu kudukku merinding menahan nikmat.
Kali ini aku merasa lebih siap untuk tempur, sehingga langsung saja aku membalik posisi tubuhku,
menindih Andri yang sekarang jadi telentang. Dan langsung kusodok lubang sanggamanya dengan batang
kemaluanku.
Andri mendesis pendek, lalu menghela nafasnya. Seluruh batang kemaluanku terbenam ke dalam rahim
Andri. Aku mulai mengocok maju mundur. Andri melingkarkan tangannya memeluk tubuhku.
Fitri yang menganggur melakukan matsurbasi sambil mengamati kami berdua yang sedang bersatu dalam
kenikmatan bersetubuh. Andri mengeluarkan jeritan-jeritan kecil, sampai akhirnya berteriak saat
mencapai puncak kenikmatannya, berbeda denganku yang lebih kuat setelah sebelumnya mencapai orgasme.
Kucabut batang kemaluanku dari vagina Andri, dan langsung kuraih tubuh Fitri. Untuk mengistirahatkan
si “ujang”, aku menggunakan jari-jariku untuk mengobok-obok vagina Fitri.
Kugosok-gosok klitorisnya sehingga Fitri mengerang keras. Kujilati dan kugigit lembut sekujur
payudaranya, kanan dan kiri. Fitri meremas rambutku, nafasnya terengah-engah dan memburu.
Setelah kurasakan cukup merangsang Fitri, aku bersedia untuk main course.
Fitri nampaknya sudah siap untuk menerima seranganku, dan langsung mengambil doggy style. Vaginanya
yang dihiasi bulu-bulu keriting nampak sudah basah kuyup.
Kumasukkan kemaluanku ke dalam liang kenikmatannya dengan pelan tapi pasti. Fitri merintih-rintih
keras saat proses penetrasi berlangsung. Setelah masuk seluruh penisku, kudiamkan beberapa saat untuk
menikmati kehangatan yang diberikan oleh jepitan vagina Fitri.
Hangat sekali, lebih hangat dari milik Andri. Setelah itu kumulai menyodok
Fitri maju mundur.
Fitri memang berisik sekali! Saat kami melakukan sanggama, teriakan-teriakannya terdengar kencang.
Tapi aku suka juga mendengarnya. Kedua payudaranya bergelantungan bergerak liar seiring dengan gerakan
kami.
Kupikir sayang kalau tidak dimanfaatkan, maka kuraih saja kedua danging kenyal tersebut dan angsung
kuremas-remas sepuasnya. Nafsuku semakin memuncak, sehingga sodokanku semakin kupercepat, membuat
Fitri semakin keras mengeluarkan suara.
“Aaahh.. Aaahh.. Gue keluaar.. Aaah..” teriak Fitri dengan lantang.
Fitri terkulai lemas, sementara aku terus menyetubuhinya. Beberapa saat
kemudian aku merasa mulai mendekati puncak kepuasan.
“Fit.. gue mau keluar nih..”
Fitri langsung melepaskan kemaluannya dari kemaluanku, dan langsung mengulum kemaluanku sehingga
akhirnya aku memuntahkan spermaku di dalam mulut Fitri, yang ditelan oleh Fitri sampai habis
Aku berbaring, capek. Nikmat dan puas sekali rasanya. Andri berbaring di sisiku.
Payudaranya terasa lembut dan hangat menyentuh lengan kananku. Fitri masih membersihkan batang
kemaluanku dengan mulutnya.
“Gimana Van? Puas?” Andri bertanya.
“Puas banget deh.. Otak gue ringan banget rasanya.”
“Gue mandi dulu ya?” Fitri memotong pembicaraan kami.
Lalu ia menuju kamar mandi.
“Gue begini juga karena gue lagi pengen kok. Joe udah dua minggu pergi.
Nggak tau baliknya kapan.” Andri menjelaskan.
“Nggak masalah kok. Gue juga emang lagi butuh sih. Lain kali juga gue
nggak keberatan.”
“Huss! Sembarangan loe. Gue selingkuh cuma sekali-sekali aja, cuma pengen balas dendam ama Joe. Dia
suka selingkuh juga sih! Beda kasusnya ama loe!”
Aku diam saja. Andri bangkit dari ranjang dan mengingatkanku.
“Udah hampir setengah delapan malem tuh. Nanti Tia bingung lho!”
Aku jadi tersadar. Cepat-cepat kukenakan pakaianku, tanpa mandi terlebih dahulu. Setelah pamiit dengan
Fitri, Andri mengantarku kembali ke Citraland.
Disana kami berpisah, dan aku kembali ke rumah dengan mobilku. Di rumah, tentu saja Tia enanyakan
darimana saja aku sampai malam belum pulang. Kujawab saja aku habis makan malam bersama teman.
“Yaa.. padahal Tia udah siapin makan malem.” Tia kelihatan kecewa.
Sebenarnya aku belum makan malam. Aku lapar.
“Ya udah, Ivan makan lagi aja deh.. tapi Ivan mau mandi dulu.” kataku
sambil mencium dahinya.
Tia kelihatan bingung, tapi tidak berkata apa-apa.